![]() |
sultan deli oesman perkasa alam |
Di masa awal kehidupannya di Pasai,
Dalik mempelajari ilmu bela diri. Disebutkan juga bahwa dia sudah
menanggalkan segala macam kebiasaan buruknya. Dan suatu hari, Sultan
Iskandar Muda dari Kesultanan Aceh Darussalam mendengar tentang
keberanian dan kegagahan Dalik. Muhammad Dalik kemudian dititah
menghadap Sultan untuk menerima gelar “Laksamana Kodja Bintan”.
Selang beberapa purnama setelah pergelarannya itu, Sultan Iskandar Muda kembali menguji kekuatan dan kegagahan Muhammad Dalik. Sultan bertitah agar Muhammad Dalik mengalahkan seekor gajah yang bernama “Gandasuli”.
Selang beberapa purnama setelah pergelarannya itu, Sultan Iskandar Muda kembali menguji kekuatan dan kegagahan Muhammad Dalik. Sultan bertitah agar Muhammad Dalik mengalahkan seekor gajah yang bernama “Gandasuli”.
Alangkah takjubnya Sultan ketika itu. Dengan mudah, Muhammad Dalik
dapat mengalahkan gajah yang mengamuk itu dalam waktu sekejap. Sultan
pun bermusyawarah dengan orang-orang besarnya. Mereka berpikir bahwa
Muhammad Dalik pantas mendapat gelar yang lebih tinggi dari gelaran
sebelumnya.
Setelah bulat keputusan Sultan, Muhammad Dalik pun
dititah menghadap. Dia lalu dikaruniakan gelar “Tuanku Panglima Gotjah
Pahlawan”. Gelar ini lebih tinggi dari gelar yang sebelumnya. Dia juga
diberikan persalinan lengkap berupa pakaian adat kebesaran tujuh ceper,
yaitu tengkulok, baju, selempang, celana, bengkong, samping, keris, dan
perhiasan. Pakaiannya terlihat mewah dan mengesankan.
Perhiasan yang
menggantung dibuat dari mutiara. Bajunya disulam benang emas bercorak
bunga lotus. Sampingnya diperindah dengan simbol-simbol bercorak bunga.
Celananya pula sangat unik. Dia pun menggunakan keris yang diselitkan di
antara bengkong yang pendingnya bertatahkan bermacam-macam batu
permata.
Sultan Iskandar Muda kala itu ingin memperluas daerah
kekuasaannya dengan cara menjajah negeri-negeri Pahang dan sekitarnya.
Pada suatu hari bertuah, tahun 1600-an, diadakanlah upacara adat yang
sakral seraya meminta rahmat dari Tuhan untuk mengelakkan segala
marabahaya dan kekalahan dalam perang menaklukkan Pahang. Kemudian,
armada Kerajaan Aceh pun bertolak menuju Pahang dengan Muhammad Dalik
sebagai kepala perang.
Muhammad Dalik singgah di Siak. Dia
mengirim surat kepada Raja Siak untuk diperbolehkan menghadap, yang
kemudian diterima dan disambut dengan segala kebesaran dan keagungan.
Muhammad Dalik kemudian menyampaikan pesan bahwasanya Sultan Iskandar Muda yang bergelar “Alam Shah” (penguasa seluruh alam) berkehendak untuk menguasai seluruh negeri Melayu. Raja Siak pun bersetuju untuk mengikuti Muhammad Dalik. Raja mengatakan bahwa pasukannya di bawah Raja Aceh akan menaklukkan Kesultanan Malaka dan segala negeri-negeri tanah Melayu. Dalik pun memohon kepada Raja Siak dan berkata “Jangan permalukan patik dengan Portugis.”
Muhammad Dalik kemudian menyampaikan pesan bahwasanya Sultan Iskandar Muda yang bergelar “Alam Shah” (penguasa seluruh alam) berkehendak untuk menguasai seluruh negeri Melayu. Raja Siak pun bersetuju untuk mengikuti Muhammad Dalik. Raja mengatakan bahwa pasukannya di bawah Raja Aceh akan menaklukkan Kesultanan Malaka dan segala negeri-negeri tanah Melayu. Dalik pun memohon kepada Raja Siak dan berkata “Jangan permalukan patik dengan Portugis.”
Kala itu Portugis mampu menduduki
Tanah Malaka. Jika Portugis mampu, bagaimana pula Muhammad Dalik tak
mampu, pikir sang panglima.
Muhammad Dalik juga kemudian singgah di Kedah, Perak, dan Selangor. Di tiap-tiap negeri yang disinggahinya, dia selalu mendapat penerimaan yang baik dan meriah. Di Selangor pula raja dan menteri-menterinya bersepakat untuk mengirimkan pasukannya untuk bergabung dengan pasukan Dalik.
Muhammad Dalik juga kemudian singgah di Kedah, Perak, dan Selangor. Di tiap-tiap negeri yang disinggahinya, dia selalu mendapat penerimaan yang baik dan meriah. Di Selangor pula raja dan menteri-menterinya bersepakat untuk mengirimkan pasukannya untuk bergabung dengan pasukan Dalik.
Pasukan-pasukan mereka pun
melanjutkan perjalanan menuju Johor. Raja Johor takut akan kekalahan
jika mesti berperang melawan Pasukan Aceh. Sebab, jumlahnya sangatlah
banyak, yang terdiri dari macam-macam pasukan negara-negara lain.
Takut kehilangan negerinya, Kerajaan Johor juga bersetuju untuk
menggabungkan pasukannya dengan Pasukan Aceh dan Selangor. Kemudian
pasukan gabungan ketiga negeri ini pun bergerak menuju Pahang.
Raja Pahang sudah mengetahui bahwa pasukan Aceh di bawah pimpinan Muhammad Dalik akan datang untuk menaklukkan negerinya. Raja tak ingin mendapat malu karena tak mampu berperang melawan pasukan Aceh. Karena itu, sedari awal dia sudah bersepakat dengan menteri-menterinya untuk melawan pasukan Muhammad Dalik. Pasukan Kerajaan Pahang juga sudah siap sedia dari sebelum hari Muhammad Dalik tiba di Pahang.
Raja Pahang sudah mengetahui bahwa pasukan Aceh di bawah pimpinan Muhammad Dalik akan datang untuk menaklukkan negerinya. Raja tak ingin mendapat malu karena tak mampu berperang melawan pasukan Aceh. Karena itu, sedari awal dia sudah bersepakat dengan menteri-menterinya untuk melawan pasukan Muhammad Dalik. Pasukan Kerajaan Pahang juga sudah siap sedia dari sebelum hari Muhammad Dalik tiba di Pahang.
Tiba di Pahang,
perang pun bergolak antara pasukan Kerajaan Pahang dengan pasukan
Muhammad Dalik yang terdiri dari berbagai negara. Pasukan Pahang
perlahan-lahan jatuh kalah. Korban banyak bergelimpangan. Negeri Pahang
huru-hara tak menentu. Pasukan Muhammad Dalik pun menang, “laksana
harimau selesai menikmati perburuannya”.
Melihat kekalahan telak ini, Raja Pahang menyerah kalah dan menawarkan dua puterinya untuk dinikahkan dengan Raja Aceh. Keesokan harinya, Muhammad Dalik dititah menghadap ke istana Raja Pahang dengan sambutan resmi.
Melihat kekalahan telak ini, Raja Pahang menyerah kalah dan menawarkan dua puterinya untuk dinikahkan dengan Raja Aceh. Keesokan harinya, Muhammad Dalik dititah menghadap ke istana Raja Pahang dengan sambutan resmi.
Payung
kuning kerajaan diatur bersusun ke hadapan menyambut kedatangan Muhammad
Dalik, begitu pula tombak-tombak dan segala perangkat-perangkat
istiadat Kerajaan Pahang. Muhammad Dalik pun berkata di atas kekalahan
Pahang terhadap Aceh:
“Segala orang besar-besar, menteri-menteri, kepala istiadat, dan setiausaha-setiausaha, tinggallah di Pahang. Hukum dan adat istiadat akan tetap dipimpin oleh Raja Pahang.”
“Segala orang besar-besar, menteri-menteri, kepala istiadat, dan setiausaha-setiausaha, tinggallah di Pahang. Hukum dan adat istiadat akan tetap dipimpin oleh Raja Pahang.”
Muhammad
Dalik kemudian berkirim surat dengan Raja Aceh tentang kemenangannya
melawan Kerajaan Pahang. Saat kembali ke Aceh, lagi-lagi dia disambut
dengan pesta dan kebesaran yang penuh adat istiadat.
Sultan Iskandar Muda kemudian bertitah bahwa dia menjamin bahwa segala hukum serta adat istiadat dari semua negeri yang kalah dalam perang melawan kerajaannya tidak akan diubah, dan hanya Allah-lah yang akan membalas bakti mereka.
Sultan Iskandar Muda kemudian bertitah bahwa dia menjamin bahwa segala hukum serta adat istiadat dari semua negeri yang kalah dalam perang melawan kerajaannya tidak akan diubah, dan hanya Allah-lah yang akan membalas bakti mereka.
Selanjutnya, dua putri Raja Pahang dinikahkah dengan petinggi Aceh;
satu dengan Sultan Iskandar Muda dan satu lagi dengan Muhammad Dalik.
Pesta pernikahan dilaksanakan dengan adat istiadat Melayu yang lengkap.
Raja Selangor sangat dipuji karena keberanian dan kesopanannya. Dia
kemudian ditunjuk menjadi Wali Sultan Aceh untuk daerah Semenanjung
(Malaysia sekarang). Sultan Aceh pun mengkaruniakan kepadanya
seperangkat persalinan yang lengkap dan melantik beberapa pembesar
negeri di sana.
Kemudian, Muhammad Dalik kemudian berangkat lagi
ke Semenanjung, menuju Kelantan. Dia mengirim surat ultimatum kepada
Raja Kelantan. Surat ultimatum itu diterima oleh menteri-menteri diraja
Kelantan. Mereka kemudian bersepakat untuk menyembahkan surat itu kepada
raja.
Takut kehilangan negeri serta rakyat-rakyatnya, Raja Kelantan lalu memutuskan untuk tunduk di bawah kekuasaan Kerajaan Aceh. Dia pun lantas turut mengirimkan pasukannya untuk ikut berperang melawan Malaka.
Takut kehilangan negeri serta rakyat-rakyatnya, Raja Kelantan lalu memutuskan untuk tunduk di bawah kekuasaan Kerajaan Aceh. Dia pun lantas turut mengirimkan pasukannya untuk ikut berperang melawan Malaka.
Muhammad Dalik juga berhenti di Terengganu dan Pattani. Di Pattani
inilah kemudian Muhammad Dalik menyusun strategi bersama
pasukan-pasukannya untuk menyerbu Malaka.
Setelah berhari-hari dalam perjalanan, Muhammad Dalik dan ribuan pasukannya sampai di Malaka. Malaka diserang dari laut dan darat. Akhirnya, pasukan Malaka kalah dan banyak rakyat-rakyatnya menjadi korban, bahkan ada juga yang hilang melarikan diri ke hutan.
Setelah berhari-hari dalam perjalanan, Muhammad Dalik dan ribuan pasukannya sampai di Malaka. Malaka diserang dari laut dan darat. Akhirnya, pasukan Malaka kalah dan banyak rakyat-rakyatnya menjadi korban, bahkan ada juga yang hilang melarikan diri ke hutan.
Perayaan besar kemudian diadakan sempena
kemenangan ini. Orang besar-besar Malaka yang menyerah kalah turut
diundang dan dikaruniakan persalinan yang lengkap. Setelah itu, Muhammad
Dalik pergi ke Kemuja dan meninggalkan beberapa pasukannya untuk
menjaga Malaka.
Di Kemuja pula, sang raja telah memutuskan untuk menyerbu Aceh. Raja Kemuja tidak sepakat dengan perdana menterinya yang lebih memilih untuk tunduk kepada Aceh daripada harus kalah melepas nyawa dan kehilangan negeri.
Di Kemuja pula, sang raja telah memutuskan untuk menyerbu Aceh. Raja Kemuja tidak sepakat dengan perdana menterinya yang lebih memilih untuk tunduk kepada Aceh daripada harus kalah melepas nyawa dan kehilangan negeri.
Perang pun kemudian terjadi. Akan
tetapi, serdadu Raja Kemuja sangat buruk dalam berperang. Raja Kemuja
kemudian sadar bahwa dia membawa negerinya pada kerugian yang sangat
amat besar. Dan tersebutlah syair ini:
“Suara guntur, gemuruh, dan
menggelegar. Hujan panas turun, gerimis di pita. Angin naik, meniup
lembut, dan semua daun terkulai jatuh dari pohon seperti pangeran yang
mati. Ayam tidak berkokok, tanda bahwa raja besar akan mati.”
Setelah Raja Kemuja terbunuh, banyak rakyatnya yang menangis dan
meratap. Orang-orang besar Kemuja kemudian menghentikan peperangan. Raja
Kemuja lalu dikuburkan dan Muhammad Dalik menenangkan suasana duka di
Kerajaan Kemuja dengan kata-kata yang manis.
Berita kemenangan Aceh melawan Kemuja pun telah sampai di telinga Sultan Iskandar Muda. Muhammad Dalik pulang ke Aceh dan disambut dengan pesta meriah, sebagaimana biasanya. Dalik lalu dikaruniakan gelar “Seripaduka”.
Berita kemenangan Aceh melawan Kemuja pun telah sampai di telinga Sultan Iskandar Muda. Muhammad Dalik pulang ke Aceh dan disambut dengan pesta meriah, sebagaimana biasanya. Dalik lalu dikaruniakan gelar “Seripaduka”.
Beberapa bulan kemudian, Sultan Aceh dan orang besar-besarnya
memutuskan untuk mengirim Muhammad Dalik ke Bangkahulu (Bengkulu kini).
Di Bangkahulu, Muhammad Dalik tidak berperang. Dia menculik Raja
Bangkahulu dan membawanya ke Aceh tanpa sepengetahuan sesiapa pun di
Bangkahulu.
Rakyat Bangkahulu berduka karena kehilangan rajanya. Di
Aceh pula, Sultan Iskandar Muda meyakinkan Raja Bangkahulu bahwa adat
istiadat di Bangkahulu tidak akan diubah. Hanya saja, Kerajaan
Bangkahulu harus tunduk di bawah perintah-perintah Raja Aceh. Raja
Bangkahulu kemudian setuju, dan dia diantar pulang ke Bangkahulu dengan
pasukan pengawal Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Muhammad Dalik.
Kemudian, Muhammad Dalik dan pasukannya berkehendak untuk menyerang
Kerajaan Sambas (di Kalimantan Barat kini). Namun, peperangan terhenti
di tengah jalan. Sebab, Muhammad Dalik mendapatkan sepucuk surat yang
dikirimkan oleh seseorang yang berisi pesan bahwa Sultan Aceh memiliki
hubungan asmara secara diam-diam dengan istri Muhammad Dalik.
Berita ini membuat Muhammad Dalik sangat kecewa dan bersedih hati. Dia
tidak menyangka hal ini terjadi. Kalaulah para raja-raja yang telah
tunduk di bawah Raja Aceh tahu akan takdir seorang Muhammad Dalik ini,
yang loyalitasnya sangat tinggi kepada Raja Aceh, pastilah semua
raja-raja yang tunduk itu akan berkhianat.
Muhammad Dalik pulang
ke Aceh. Dia sadar bahwa sangat tidak pantas untuk melakukan
pengkhianatan. Dia kemudian pergi menghadap Sultan, menyampaikan bahwa
segala tugasnya sudah selesai dan pengabdiannya berhenti di sini. Dan
dia tidak lagi menerima perintah-perintah Sultan. Muhammad Dalik juga
telah menceraikan istrinya. Dia tawarkan mantan istrinya itu untuk
menjadi pemijat kaki Sultan.
Setelah itu Muhammad Dalik pergi berlayar meninggalkan Aceh. Kesedihannya terus ia senandungkan semasa dalam pelayarannya.
“Bulan, menyebarkan cahayanya, menyinari segalanya. Burung, dengan suara yang merdu, menangis dengan rindu kepada bulan, seperti seorang wanita yang ditinggalkan, meratapi cintanya.” Sesekali air matanya jatuh di pangkuan.
Setelah itu Muhammad Dalik pergi berlayar meninggalkan Aceh. Kesedihannya terus ia senandungkan semasa dalam pelayarannya.
“Bulan, menyebarkan cahayanya, menyinari segalanya. Burung, dengan suara yang merdu, menangis dengan rindu kepada bulan, seperti seorang wanita yang ditinggalkan, meratapi cintanya.” Sesekali air matanya jatuh di pangkuan.
Beberapa lama dalam pelayaran, sampailah ia di
Percut, sebuah wilayah di pinggir bibir pantai Sumatera Timur. Raja di
sana dikenal dengan nama Tengku Kejuruan Hitam. Sebuah pesta penyambutan
diadakan untuk Muhammad Dalik karena Tengku Kejuruan Hitam tahu siapa
Muhammad Dalik dan apa posisinya di Aceh sebelumnya. Raja Percut
kemudian meminta Muhammad Dalik supaya tinggal dan menetap di Percut.
Muhammad Dalik lalu meminta izin untuk mengunjungi kota-kota di sekitar Percut, seperti Kota Jawa, Pulo Berayan, Kota Rentang, dan Kampung Kesawan. Semua daerah ini adalah yang kini termasuk dalam wilayah Deli (kini di Sumatera Utara, Indonesia).
Muhammad Dalik lalu meminta izin untuk mengunjungi kota-kota di sekitar Percut, seperti Kota Jawa, Pulo Berayan, Kota Rentang, dan Kampung Kesawan. Semua daerah ini adalah yang kini termasuk dalam wilayah Deli (kini di Sumatera Utara, Indonesia).
Sekembalinya Muhammad Dalik
dari mengunjungi daerah-daerah itu, Raja Percut berkonsultasi dengan
orang besar-besarnya untuk menikahkan Muhammad Dalik dengan anak
perempuannya. Raja Percut menawarkan seluruh wilayah Percut untuk
Muhammad Dalik.
Tanpa berlama-lama, Muhammad Dalik setuju akan
tawaran Tengku Kejuruan Hitam. Pesta pernikahan pun dilangsungkan secara
besar dan meriah.
Kehidupan Muhammad Dalik semakin membaik setelah
pernikahannya. Dia meminta izin kepada Tengku Kejuruan Hitam untuk
membuka sebuah kampung di dekat Gunung Kelaus.
Kemudian, dia izinkan orang-orang Batak yang turun dari gunung untuk membuka pemukiman di sekitar wilayahnya. Perkampungan di situ semakin meluas dan semakin ramai.
Kemudian, dia izinkan orang-orang Batak yang turun dari gunung untuk membuka pemukiman di sekitar wilayahnya. Perkampungan di situ semakin meluas dan semakin ramai.
Suatu hari, diketahui bahwa istri Muhammad Dalik sedang
mengandung. Setelah melahirkan, ternyata anaknya seseorang lelaki yang
tampan rupanya. Anak dari Tuanku Gotjah Pahlawan Ibni Tuanku Muhammad
Delikhan Ibni Tuanku Zulqarni Bahatsid Segh Maturulluddin Hindustan yang
bergelar Seripaduka Percut Sungai Lalang ini kemudian diberi nama
Tengku Parunggit. Tengku Parunggitlah yang menjadi keturunan pertama
Raja-Raja Deli hingga detik ini.
* Disarikan dari Hikayat Deli
yang ditulis pada pertengahan abad ke-18 oleh seorang pujangga dalam
lingkungan Kesultanan Deli.(foto sultan deli oesman perkasa alam)
Post a Comment